Gejug Lesunk Festival Menyambut Acara Metik Desa Glinggang

Inovasi tanpa henti itulah sebutan yang pantas untuk Kepala Desa Glinggan ” Riyanto,SIP, betapa tidak, lantaran ide dan gagasan meliau memang luar biasa, dari desa yang tidak memiliki potensi wisata menjadi desa yang menemukan ide dan gagasan yang bernuansa lokal untuk ditumbuh kembangkan melalui berbagai jenis kegiatan. Gejug Lesung adalah tinggalan leluhur temphoo dulu, dimana setelah hasil panen sampai di lumbung, kemudian masyarakat berkeinginan untuk menikmati hasil panen padi diubah menjadi beras memerlukan proses yang panjang.

Proses yang panjang itu nampaknya semakin memudar siring dengan perkembangan teknologi pertanian, dimana saat ini sudah jarang dijumpai pade jenis Dewi Toro Rizal dll, dimana jenis ini cenderung punya usia yang lebih panjang dibanding dengan varitas sekarang, seiring dengan itu maka hilang pula tradisi menyimpan padi dalam lumbung yang dimulai dengan putut ( menghilangkan beberapa bagian yang ada di tangkai padi ) kemudian diikat dan diberi nama belah dan gedeng selanjutnya padi di simpan dalam lumbung dengan melaluui proses slametan ngunggahke pari ono lumbung ( selamatan  menyimpan padi dalam lumbung).

Begitu pula prosessi lokal yang sebenarnya tumbuh kembang disemua masyarakat petani jawa ” Methik ”  yaitu mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia rizqi melimpah berupa panen padi, maka diadakan upacara sederhana yang dilakukan oleh masing-masing pribadi petani berupa kegiatan ” Methik ”  methik dalam bahasa jawa  adalah kata indah untuk mengambil sesuatu yang berharga utamanya dengan alam  misalkan metik kembang sooko dll. Tradisi methik yang mulai pudar dan jarang dijumpai dalam komunitas petani jawa,  ternyata menjadi bahan renungan kepala desa Glinggang ” Rianto, S.IP ” dimana beliau mengangkat  methik  sebagai tradisi yang tempo dulu berkembang dicoba untuk dihidpkan kembali.

Kembali kepada proses menumbuk padi, dimana padi yang diproses menjadi beras, secara tradisional dilakukan melalui menumbuk padi  dan alat yang dipergunakan menumbuk padi adalah “Aalu dan lesung  ” alu untuk alat menumbuk dan Lesung yang terbuat dari kayu sebagai tempat padi yang ditumbuk. Tradisi menumbuk padi secara tradisional bergeser dengan munculnya tehnologi tepat guna untuk penumbuk padi yaitu mesin sleep dengan proses yang cepat dan hasil lebih besar dengan biaya yang lebih ringan. Kala itu muncul bahasa kiasa  jamane ne wis kualik wong sugih buruh nutu  (orang kaya bekerja sebagai penjual jasa tumbuk padi) Ini sesuatu yang menginpirasi  Riyanto, S.IP untuk memuncuklkan kembali lesung sebagai media hiburan yang bernuansa tradisi.

Dengan dimunculkannya seni gejuk lesung di desa Glinggang ternyata masyarakat menyambutnya dengan penuh antusias tepatnya setahun yang lalu telah berkembang seni gejug lesung di desa glinggang dan menjadi ikon tambahan pada pagelaran methik, dan pada tahun 2017 yang lalu digelar lomba gejuk lesung yang pesertanya ada 12 group semua berasal dari desa glinggang dimana desa tersebut terdapat  12 RT. Namun pada tahun 2018 ini tepatnya tanggal 20 sd 24  Maret 2018 diselenggarakan Glinggang Festival dimana salah satu kegiatannya adalah lomba Gejuk Lesung yang ternyata tahun ini lebih semarak karena ada 20 kantingen terdiri dari 12 Graoup lokal dan 8 group dari luar kabupaten Ponorogo. Adapun 8 Kabupaten tersebut terdiri dari Kabupaten Pacitan; Kota Surabaya ; Kabupaten Pasuruhan; Kabupaten Sidoarjo ; Kabupaten Malang dan Kabupaten Blitar.

Diantara 20 kontingen tersebut sampai dengan berita ini diturunkan belum diketahui siapa yang berhasil meraih juara, karena nanti malam adalah malama terakhir untuk lomba gejug lesung. Sekedar mengingatkan bahwa gejug lesung ini bertindak sebagai dewan Juri ada tiga orang Juri semuanya dosen ISI Surakarta, selamat menyaksikan semoga kita terhibur dengan hadirnya Gejug Lesung sebuah seni yang tampil ditengah arus global dengan musik modern (Anifa)