Festival Desa Glinggang

Warga Desa Glinggang, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo menggelar acara “Glinggang Village Festival”, Kamis, 23 Maret 2017. Acara ini diselenggarakan untuk melestarikan budaya tradisional yang semakin hilang akibat modernisasi. Dalam rangkaian acara tersebut terdapat “Prosesi Metik” (memetik padi) sebagai simbol rasa syukur para petani padi saat akan memulai panen raya. Acara ini juga dihadiri oleh Muspika Sampung dan Kepala Desa se Kec Sampung

Tepat pukul 08.00 WIB, arak-arakan rombongan ibu-ibu yang terlihat kompak berdandan ala ibu petani yang mengenakan kebaya dan jarik sembari membawa ingkung berjalan bersama dari Balai Desa Glinggang menuju lahan pertanian padi milik warga yang berjarak sekitar 500 m dari Balai Desa. Rangkaian prosesi metik dimulai dari berkumpulnya warga di areal persawahan, kemudian berdoa bersama atau yang disebut Umbul Dungo  yang dilakukan oleh sesepuh Desa Glinggang dengan berdoa sesuai syariat Islam kemudian dilanjutkan dengan tarian-tarian yang dipimpin langsung oleh Mbah Prapto, seniman adat Jawa. dan terakhir makan ingkung secara bersama-sama atau Bruwah. Acara ini sebagai penutup sekaligus yang paling dinanti masyarakat. Warga antusias berebut ingkung yang sudah dibawa masing-masing.

Yang menarik, ada beberapa warga asing yang mau ambil bagian dalam kegiatan Glinggang Village Fectival ini. Salah satunya adalah Karolina Nieduza warga asing asal Polandia yang sudah tujuh tahun bolak-balik berkunjung ke Indonesia terutama tanah Jawa. Ia menyukai budaya Indonesia terutama saat ritual keagamaan. Karolina merupakan seorang master performance art juga film maker ini tengah menyusun penelitian terkait ritual keagamaan di Indonesia. Saat terlibat di acara Umbul Dungo, ia mengaku senang dan bangga bisa ikut ambil bagian. “Ini pengalaman pertama saya ikut dalam Umbul Dungo dan ini menarik”, ujarnya. Menurutnya, ritual keagamaan dengan cara berterima kasih tidak hanya pada Tuhan tetapi juga berterima kasih pada makanan yang akan dimakan sangat menarik. Bahkan ia melakukan penelitian tentang hal itu. Saat terlibat dalam umbul dungo, ia berlatih langsung kepada Suprapto Suryo Darmo, seniman budaya Jawa. Melalui Mbah Prapto sapaan akrab Suprapto inilah Karolina belajar berbagai adat Jawa.

Selain itu juga diselenggarakan lomba hias orang-orangan sawah atau yang biasa dikenal dengan “Den den sawah” yang biasanya digunakan untuk menghalau burung. Kepala Desa Riyanto, S.IP dalam keterangnya menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini baru pertama kali digelar didesanya, antusiasme warganya saat mengikuti lomba ini pun luar biasa. “Terbukti total ada 150 orang-orangan sawah yang diikutkan lomba”, jelasnya. Ia pun membebaskan warganya saat membuat orang – orangan sawah. Tapi, saat sudah dipamerkan, ia kagum dengan hasil karya warganya. Berbagai kreativitas dituangkan dalam orang-orangan sawah, mulai dari baju yang digunakan, bentuk serta ukuran yang beraneka ragam. Ada yang terbuat dari pelepah pisang, daun nangka dan jerami, ada yang dicat dan banyak pula yang dipakaikan baju berbagai profesi mulai dari petani, fotografer, juru parkir, pengantin maupun dokter.Sebelum dilakukan penilaian, orang-orangan sawah ini terlebih dahulu diarak keliling desa. Usainya acara lomba ini, rencana Rianto ingin membuat museum orang-orangan sawah di sebuah rumah kosong. “Harapannya bisa jadi kenang – kenangan dan sumber wisata baru bagi desa kami”, pungkasnya.

Sore harinya Festival Desa Glinggang diisi dengan pertunjukan kesenian Gajah-gajahan dan reyog yang diadakan di Lapangan Desa Glinggang. Dan malam harinya diadakan lomba “Gejug Lesung” dan ditutup dengan pertunjukan tarian-tarian dari seniman lokal ponorogo dan dari Solo. (slh)