Mengenang Hari Lahir Pancasila sebagai Idiologi Negara

KEHARUSAN MENJAGA DAN MENGAMALKAN PANCASILA
Oleh DR H.MISBAHUL HUDA
Selain Piagam Madinah atau Konstitusi   Madinah yang merupakan Dokumen Politik  dalam Islam yang di bangun oleh Rasulullah SAW, dalam sejarah Islam ada peristiwa monumental terkait dengan komitmen dan konsistensi Nabi Muhammad (Islam) dalam menjaga dan mengamalkan suatu perjanjian. Sekalipun perjanjian tersebut kelihatannya  merugikan Islam dan menguntungkan pihak lain. 

Peristiwa tersebut adalah perjanjian Hudaibiyah. Perjanjian yang dibuat antara Nabi Muhammad dengan kaum kafir quraisy ini terjadi pada tahun ke 6 H, ketika Nabi beserta 1400-an sahabat mau ke Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Perjalanan Nabi beserta sahabat dihadang oleh kaum kafir Quraisy. Meski semua sahabat sudah siap tempur untuk melawan kaum kafir Qurasy yang menghadang mereka, namun Nabi memilih jalan damai. Untuk menghindari peperangan Nabi menanda tangani kesepakatan damai yg isinya sangat merugikan ummat Islam.

Salah satu isi perjanjian Hudaybiyah yang kelihatannya merugikan ummat Islam adalah: orang Makkah yang masuk Islam setelah perjanjian kemudian pindah ke Madinah harus dikembalikan ke Makkah. Sedangkan orang Islam yang berada di Madinah kemudian murtad dan pindah ke Makkah maka tidak boleh dikembalikan ke Madinah.Ketika proses perjanjian sedang berlangsung ada seorang dari Makkah bernama Abu Jandal yg masuk Islam. Dia minta dibawa ke Madinah. Namun Nabi menolak karena proses perjanjian sedang berlangsung. Setelah perjanjian disepakati, Nabi konsisten mejalankan perjanjian tersebut dan mengembalikan Abu Jandal ke Makkah.

Abu Jandal kecewa atas keputusan Nabi karena dia harus memghadapi siksaan dan hinaan kalau harus kembali ke Makkah, termasuk siksaan dari orangtuanya sendiri, Suhail, yang menjadi duta dari kaum kafir Quraisy dalam perindingan tersebut. Konsistensi dan komitmen Nabi dalam memegang perjanjian diuji lagi ketika ada seorang Makkah yang masuk Islam pasca perjanjian. Orang tersebut bernama Abu Basyir. Demi membela keyakinannya Abu Basyir bahkan membunuh seorang kafir Quraisy, kemudian dia lari ke Madinah untuk meminta perlindungan pada Nabi.

Namun Nabi menolak dan memerintahkan Abu Basyir kembali ke Makkah. Abu Nasyir protes atas keputusan ini. Kemudian Nabi menasehati agar bersabar. Nabi juga menjelaskan pentingnya menjaga kesepakatan yang telah dibuat bersama dengan pihak lain. Bahkan ketika Abu Basyir ngotot minta perlindungan Nabi menyatakan: “seandainya ada yang membantumu, ini akan menjadi penyulut api peperangan”Poin lain dari perjanjian Hudaibiyah yang kelihatannya merugikan ummat Islam adalah rombongan Nabi yang sudah siap melaksanakan umrah pada tahun itu harus balik ke Madinah dan boleh datang ke Makkah tahun depan untuk melaksanakan umrah tanpa membawa senjata atau dalam keadaan pedang dimasukkan dalam sangkur.

Akhlak Nabi yang konsisten dalam menjaga kesepakatan ini perlu dicontoh oleh ummat Islam Indonesia. Dalam konteks Indonesia, ummat Islam telah melalukan perjanjian luhur dengan ummat lain untuk membangun kehidupan bersama secara damai. Perjanjian luhur itu tercermin dalam Pancasila sebagai Dasar Negara.Dibandingkan dengan perjanjian Hudaibiyah, Pancasila jauh lebih menguntungkan ummat Islam Indonesia. Dalam Pancasila tak ada hambatan dan ancaman sedikitpun bagi Ummat Islam Indonesia untuk beribadah dan menjalankan syari’at agamanya. Bahkan nilai-nilai dan ajaran Islam masuk dan menjiwai setiap Sila dari Pancasila.

Ada beberapa sikap Nabi yang bisa diteladani dalam memegang perjanjian; pertama, Nabi lebih mengedepankan kemaslahatan dan mencegah terjadinya konflik dalam mengamalkan syari’at Islam.Melaksanakan umrah adalah salah satu upaya menjalankan Syari’at Islam, tapi hal itu tidak boleh dipaksakan jika bisa mendatangkan konflik dan pertumpahan darah.

Kedua, menjaga kesepakatan dengan pihak lain merupakan sikap yang harus dipegang teguh oleh ummat Islam sebagai wujud dari kemuliaan ajaran Islam, sekalipun harus mengorbankan sesama muslim. Sebagaimana sikap Nabi saat menolak permohonan perlindungan dari Abu Jandal dan Abu Basyir. Ini dilakukan Nabi demi kepetingan yang lebih besar yaitu menjaga marwah dan martabat ajaran Islam di hadapan pihak lain.

Bercermin dari peristiwa  perjanjian Hudaibiyah ini, maka akan sangat aneh jika ada ummat Islam Indonesia yang mencoba ngotot untuk menolak Pancasila dan ingin menggantinya dengan faham keislaman  yang sesuai dengan pemikiran mereka.Urgensi dan keharusan mengamalkan Pancasila bagi ummat Islam Indonesia bukan karena semata mata tuntutan menjaga keutuhan bangsa dan negara, tetapi juga tuntutan Agama untuk meneladani sikap dan akhlak kanjeng Nabi Muhammad.

Jika Nabi Muhammad berusaha keras untuk konsisten melaksanakan perjajian yang sudah jelas kelihatannya  merugikan ummat Islam dan menghambat pelaksanaan Syari’at, haruskan sekarang kita berkhianat terhadap perjanjian dengan menolak Pancasila yang telah menjadi kesepakatan kita bersama dan jelas-jelas tidak merugikan ummat Islam Indonesia?***

Jakarta, 11 -12- 2017
————————-
*DR.DRS.H.MISBAHUL HUDA. SH.MHI.*
Narsum Ahli BNPT.