Peduli Lingkungan dan Nilai Gotongroyong Masyarakat Desa

Ketika  penulis masih usia dibawah 10 tahun, sering kami jumpai kehidupan gotong royong dalam masyarakat pedesaan, hal ini terlihat begitu kental dan masih melekat dalam ingatan penulis, dimana masyarakat dalam satu lingkungan atau dalam satu dukuh mereka sering melalukan kerja sama kerja bareng yang lebih populer dengan sebutan “roan “ untuk istilah Pesantren dan  ” Neng Gaehan “ untuk masyarakat desa tertentu dan ada pula yang menyebut ” Kerja Bhakti ” sebutan yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama yaitu mengerjakan sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat dan dikerjakan secara bersama-sama tanpa harus mendpatkan imbalan upah. Tentu hal tersebut menjadi ciri khas masyarakat pedesaan yang senantiasa mengembangkan sara kebersamaan saling membantu baik diminta maupun tidak.

Namun  seiring dengan perkembangan dan dinamika masyarakat itu sendiri serta semaki derasnya informasi faham indifidual yang sengaja atau tidak telah dikampanyekan melalui media baik media Televisi maupun media cetak yang secara berkesinambungan selalu mempertontonkan r lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabapola hidup individu, tentu dampaknya perlahan tapi pasti akan berpengaruh besar terhadap pergeseran nilai dari masyarakat gotong royong menuju masyarakat yang individual selalu mengutamakan diri sendiri dan mengenyampingkan kepentingan orang lain.

Bukankah budaya kita, agama kita memberikan gambaran untuk selalu hidup berdampingan, antara individu dengan kelompok antara kelompok yang satu dengan yang lain, antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.

Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.

Mari sama – sama kita tengok dilingkungan kita masing-masing, masihkah tumbh subur semangat gotong royong itu, masih kita jumpai apa tinggal cerita tentang guyup rukunnya masyarakat desa untuk mengerjakan secara bersama-sama tentang kepentingan sosial di lingkungannya, ketika musim hujan tiba ternyata membawa bencana besar terhadap lingkungan ketika sampah berserakan dimana mana dengan jumlah yang tak terbatas, kita lihat dibeberapa aliran sungai yang ternyata terlihat tumupkan sampah tanpa ada yang peduli untuk memberi solusi. Untuk itu mari kita  kembali kedalam jati diri kita sebagai masyarakat peduli lingkungan dan mengedepankan semangat gotong royong (anifa)